Ramainya Chinatown Petaling Street, Kuala Lumpur

Sumber : tripadvisor
Sumber : Dreamtimes.com

Setiap kunjunganku ke Kuala Lumpur, aku selalu memilih untuk stay di hostel dan hotel yang berada di sekitar Pasar Seni. Alasannya karena Pasar Seni letaknya  strategis dari berbagai lokasi wisata tujuanku mulai dari Chinatown Petaling Street, Central Market dan Kasturi Walk, Masjid Jamek, Dataran Merdeka, Titik 0 km, Bangunan Sultan Abdul Samad, KL City Gallery, Museum Tekstil, Masjid Negara, Vihara dan Kuil Sri Maha Mariaman dan banyak hub transportasi yang ada di wilayah ini. Selain itu kuliner dan penginapan juga banyak dan terjangkau.



Salah satu lokasi yang asik untuk dikunjungi sore hingga malam hari adalah Chinatown Petaling Street. Selain dihiasi dengan banyak lampion, kita akan menemukan banyak sekali orang-orang berjualan barang dan makanan di sepanjang jalan bahkan memblokade jalan. Asik dan ramai sekali, itu kesan yang saya dapat. Walaupun gaya arsitektur bangunan dan juga ornamen kebanyakan ala Tionghoa dengan lampion-lampionnya yang cantik dan tulisan tulisan Mandarin di plang-plang sepanjang jalan, ternyata semua etnis campur aduk di sini baik turis lokal maupun mancanegara yang berjualan pun tidak hanya Chinese, baik Melayu, India, Bangladesh, Arab, bahkan orang Indonesia pun saya temui di lokasi ini. Sering saya amati dan bertanya tanya seperti apa gerangan lokasi ini di masa lalu.

Menurut sejarah, konon Chinatown ini adalah lokasi penempatan para etnis Tionghoa di Kuala Lumpur pada masa penjajahan British. Asal usul nama jalan Petaling ini pun masih menjadi tanda tanya untuk para ahli, peneliti ataupun pegiat sejarah.

Dikenal lima kapitan China yang memiliki peran penting hingga menjadikan Chinatown khususnya jalan Petaling ini menjadi pusat perniagaan seramai itu hingga kini. Kelima kapitan tersebut yaitu Kapitan Hiu Siew, Liu Ngim Kong, Ah Loy, Yap Ah Shak dan Kwan Seng. Dari Kelimanya, Kapitan Ah Loy yang paling berperan dalam kemajuan ekonomi dan perniagaan selepas perang saudara tahun 1873.

Muncul dan Berdatangannya etnis Tionghoa di Kuala Lumpur ini berawal dari tahun 1875. Pada masa itu ketua Klang Melayu Raja Abdullah membuka tambang timah dan memperbolehkan China untuk mengerjakannya. Hal tersebut menarik buruh dari etnis Tionghoa ini untuk ramai-ramai ke Malaysia. Kala itu sungai Gombak dikenal sungai yang berlumpur dan lama-lama nama Kota tersebut bernama Pangkalan Lumpur kemudian menjadi Kuala Lumpur (Toeh Chee Keong, The Disappearing Kuala Lumpur, Selangor, Mentor Publishing Sdn Bhd, 2012, m/s 22 dalam postingan Agnes 21/08/2016)

Jalan petaling merupakan Chinatown bagi orang China yang sudah lama di Kuala Lumpur. Pada tahun 1880, Yap Ah Loy membuka tempat untuk memproses ubi kayu (mungkin singkong ya untuk buat tapioka 🙄 aku juga bingung guys) menjadi serbuk untuk diekspor ke luar negera namun sayang karena gagal dalam berbisnis, Yap Ah Loy harus menutupnya setahun kemudian di 1881 (Toeh Chee Keong, The Disappearing Kuala Lumpur, Selangor, Mentor Publishing Sdn Bhd, 2012, m/s 18 dalam postingan Agnes 21/08/2016)

Pada kala itu, Chinatown hanya memiliki dua jalan utama yaitu Petaling Street dan High Street. Namun saat ini lokasi ini sudah memiliki banyak sekali jalan, termasuk Jalan Sultan, H. S Lee, Cheng Lock, Hang Lekir, Hang Kasturi, Panggung dan Balai Polis. Hingga kini, jalanan-jalanan ini ramai sekali toko, restoran, hostel, hotel, dan penuh orang-orang berjualan sepanjang jalan. Pantas disebut pusat perniagaan.


Petaling Street,1910-an
Sumber : nas.gov.sg

Dahulu kegiatan ekonomi di Chinatown ini didominasi oleh laki-laki untuk yang memerlukan kemahiran serta pengetahuan, sedangkan wanita lebih melakukan pekerjaan di rumah seperti mengayam, menjahit, memotong rambut, memperbaiki sepatu untuk dijual maupun meramal. Selain itu karena yang berhijrah ke tanah Melayu sebagian adalah buruh yang kebanyakan buta huruf, ada juga yang berprofesi sebagai penulis di Chinatown untuk menuliskan surat ke kerabat atau sanak keluarga mereka di China. Bagi mereka yang memiliki modal, mereka akan membuka kedai kecil-kecilan di sepanjang jalan. Sebagian dari mereka ada yang menarik becak, berjualan sayuran, buah-buahan, makanan laut dan mengangkat barang (Ser Wue Hiong, Teoh Chee Keong, dan Teoh Chee Keong, Centre for Malaysian Chinese Studies ,Moving Mountains: A Pictorial of the Chinese in Selangor and Kuala Lumpur Volume 1, Kuala Lumpur, Penerbit Fajar Bakti Sdn Bhd, 2012 m/s 118 dalam postingan Agnes 21/08/2016)

Sebuah laporan mengatahan bahwa;
"Dalam jawatankuasa ini, orang China dan Mohamedans dapat duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan orang Eropah. Usaha dan kerjasama yang diberi oleh ahli-ahli daripada badan kerajaan ataupun badan bukan kerajaan amat memuaskan. Dengan ini, pemandangan dan jalan-jalan bandar telah menunjukkan perubahan yang besar.” ( Selangor Annual Report 1890, para. 61).

Dari situ dapat dikatakan bahwa etnis Tionghoa atau Chinese di Kuala Lumpur mendapatkan hak yang sama dengan para etnis Melayu setempat. Pada tahun 1891, Alfred Reid Venning mengantar laporan mengenai keadaan kota Kuala Lumpur selepas enam bulan laporan itu disahkan. Hal tersebut salah satunya untuk menjaga kebersihan alam sekitar. Kemudian Sanitary Board Kuala Lumpur mengambil keputusan untuk membangun drainase air berukuran 3 meter untuk mengalirkan air dari Jalan Sultan, Jalan Cecil, Jalan Rodger, Jalan Wayang, dan Jalan Petaling (selangor Government Gazette, 23 January 1891, no 46, para. 15 . Open brick drains. Diambil di blog Agnes http://yenthung814.blogspot.com/2016/08/sejarah-petaling-street-kuala-lumpur.html?m=1 21 agustus 2016).


Tag:
Petaling Street, Sejarah Petaling Street, Lokasi Petaling Street, Chinatown Kuala Lumpur, Chinese di Kuala Lumpur

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.